9 Teknik Persuasi Menggunakan Persuasive Framing oleh Daniel Pink

Sebagai profesional yang berkecimpung di dunia Sales, saya sangat tertarik dengan topik-topik yang dapat membantu penjualan yang lebih efektif. Sales tidak jauh dari bagaimana kita dapat meyakinkan orang lain terhadap suatu produk atau jasa yang kita jual. Dalam istilah umum, bahkan apa yang dilakukan dalam proses Sales, sangat berguna bagi kehidupan kita sehari-hari.

Masterclass - Sales & Persuasion by Daniel Pink

Daniel Pink Masterclass Sales and Persuasion

Seketika saat itu, iklan di sosial media saya sangat sering menampilkan salah satu Online Course yang cukup populer yang mungkin juga pernah dilihat oleh para pembaca. Iklan tersebut berasal dari Masterclass. Masterclass banyak memberikan course yang unik karena berasal dari orang yang berkompeten dan well-known. Saat itu, yang membuat saya tertarik berlangganan karena salah satu Course yang dibawakan oleh Daniel Pink tentang Sales & Persuasion. Saya yang memang sangat tertarik dengan topik-topik yang berbau Sales akhirnya mencoba berlangganan dan menyaksikan Course dari Daniel Pink tersebut hingga selesai.

Dari sekian banyak bab dari kelas tersebut, bagian yang paling menarik adalah mengenai Persuasive Framing. Daniel Pink memperkenalkan dan menjelaskan 9 teknik Persuasive Framing yang dapat digunakan untuk memersuasi orang lain. Teknik tersebut pun berdasarkan science-based approach sehingga bagi saya ini membuat jauh lebih menarik untuk dipelajari dan diterapkan. Dalam tulisan ini, saya akan mengulas singkat mengenai 9 Persuasive Framing yang dikenalkan oleh Daniel Pink dalam Masterclass Sales & Persuasion.

Cognitive Bias

Sebelum masuk ke-9 Persuasive Framing, Daniel Pink menjelaskan bahwa pikiran manusia memiliki bias kognitif (cognitive bias). Menurut Pink, kita cenderung percaya bahwa kita telah berpikir rasional, namun pada kenyataannya kita sering mengambil keputusan singkat yang mungkin salah atau tidak masuk akal. Menurut Pink, Cognitive Bias adalah cara kita berpikir yang tidak cenderung "lurus" namun  "menyimpang". Terdapat kesalahan di dalam pikiran manusia yang terjadi dan semua orang mengalami itu. Oleh karena itu, kita harus waspada karena 99 kali dari 100 mungkin akan menyesatkan kita.

Konsep Cognitive Bias dibawa oleh Pink untuk menuju ke teknik Persuasive Framing. Kesalahan/error yang terjadi pada pikiran manusia turut andil dalam pengambilan keputusan. Dalam Sales, Cognitive Bias sangat berguna saat melakukan sales pitch karena dapat menolong salespeople untuk memilih persuasive frame mana yang dapat digunakan dan cocok dalam keadaan tersebut.

9 Teknik Persuasi Menggunakan Persuasive Framing oleh Daniel Pink

Persuasive Framing

Menurut Masterclass, dalam bisnis, Persuasive Framing adalah alat psikologis yang dapat digunakan oleh salespeople untuk membangun dan mempertajam sales pitch mereka sehingga dapat memersuasi target untuk membeli atau membentuk komitmen terhadap apa yang ditawarkan oleh salespeople. Salespeople dapat mengunakan salah satu atau beberapa dari 9 Persuasive Framing berikut dalam proses sales pitch.

1. Loss Aversion Frame

Menurut Pink, berdasarkan studi dari psikologis Daniel Kahneman yang memenangkan Nobel Prize karena secara statistik dapat membuktikan bahwa manusia merasakan kehilangan 2 hingga 2.5 kali lebih dari merasakan mendapatkan sesuatu yang bernilai sama.

Contoh:

Seorang prospect kehilangan kesempatan sebesar Rp 1.000.000 akan lebih menyakitkan daripada kesempatan mendapatkan Rp 1.000.000

Teknik ini biasa digunakan dalam dunia asuransi dimana biasanya agen asuransi cenderung mengatakan kepada calon prospek apa yang akan hilang daripada benefit atau sesuatu yang akan mereka dapatkan.

Kesimpulan:

Untuk sesuatu yang nilainya sama, manusia merasakan persanaan kehilangan jauh lebih besar daripada apa yang akan didapat

2. The  Opportunity Frame

Opportunity frame adalah teknik persuasi dengan memanfaatkan peluang lain yang mungkin timbul dimana peluang tersebut dapat memengaruhi kejadian atau topik fokus awal.

Contoh:

Seorang agen arsitek yang bekerja dengan klien. Saat klien meminta sesuatu yang menurut arsitek akan berakibat meningkatnya biaya yang lebih, arsitek dapat berkata bahwa, mereka dapat mengerjakan hal tersebut namun membutuhkan banyak waktu dan biaya agar permintaan klien dapat dilaksanakan. Arsitek  dapat menggunakan opportunity frame dengan berkata bahwa mereka dapat mengerjakan permintaan tersebut, namun membutuhkan biaya dan waktu tambahan sehingga mungkin dapat menghubah rencana awal.

Kesimpulan:

Setiap kita melakukan sesuatu, maka secara tidak langsung kita juga tidak melakukan sesuatu yang lain

Setiap kita mengeluarkan biaya / uang, maka secara tidak langsung kita juga tidak mengeluarkan biaya atau uang untuk sesuatu yang lain

3. The Experience Frame

Daniel Kahneman, di dalam bukunya Thinking Fast and slow menemukan bahwa orang cenderung sering tidak mengingat keseluruhan pengalaman masa lalu namun cenderung lebih mengingat pengalaman masa tersebut di waktu-waktu akhir saat keseluruhan pengalaman itu terjadi.

Studi lainnya mengetes tentang bagaimana apa yang diingat seseorang dan apa yang mereka hargai. Menurut studi tersebut, mereka cenderung lebih mengingat dan menghargai pengalaman dari pada barang atau jasa tersebut. Bagi mereka pengalaman lebih berharga dan memperkuat perasaan.

Contoh:

Saat menjual televisi, bukan bagaimana kita menjual televisi, tapi bagaimana televisi tersebut sebagai media dalam memberikan pengalaman dari momen kumpul keluarga (movie night)

Kesimpulan:

Orang lebih cenderung mengingat dan menghargai pengalaman daripada barang atau jasa tersebut

4. The Less is More Frame

Menurut Pink, menawarkan sesuatu ke orang lain dengan beberapa opsi dapat membantu memersuasi orang tersebut namun total opsi yang diberikan terbatas pada titik tertentu. Terdapat sebuah studi dari Stanford mengenai hal ini. Mereka membuka toko untuk menjual selai berbagai rasa.

> Satu toko memberi selai uji coba gratis dengan 24 varian rasa,

> Satu toko memberi dengan 6 varian rasa.

Hasilnya, toko yang memberikan 24 varian rasa lebih banyak dicoba oleh orang-orang.

Namun, saat dikaitkan dengan pembelian,

> Toko yang memberikan 24 varian rasa hanya 3% yang membeli dari total yang mencoba.

> Sedangkan toko dengan 6 varian rasa, total 30% orang yang membeli dari total yang mencoba.

Berdasarkan studi tersebut, dapat disimpulkan bahwa opsi yang lebih sedikit cenderung lebih persuasif dibandingkan dengan opsi yang lebih banyak. Maka kita sebagai penjual dapat dengan pintar memberikan opsi seminim mungkin kepada calon pembeli untuk meningkatkan persuasi.

Kesimpulan:

Memiliki pilihan itu baik tetapi ada batasnya. Pilihan yang lebih banyak tidak berarti lebih baik. Pilihan yang lebih sedikit cenderung lebih mempertegas. Tugas kita dalam memersuasi adalah dengan mempersempit pilihan dengan cara yang mungkin sehingga dapat memberi pencerahan bagi orang lain agar terpersuasi.

5. The Contrast Frame

Pink bercerita salah satu cerita terkenal dalam dunia pemasaran dan periklanan. Dia bercerita mengenai cerita dari Rooser Reeves pada tahun 1950. Saat itu Reeves pergi ke kota New York untuk makan siang. Saat itu dia melihat orang buta duduk di jalan dengan sebuah tempat untuk koin / uang. Yang membuat tambah menyedihkan adalah tidak banyak uang yang ada di tempat tersebut. Saat itu, dia berkata kepada temannya. Pria buta tersebut memiliki papan tanda yang bertuliskan "Saya Buta". Reeves berkata bahwa dia dapat menambahkan empat kata ke papan tanda tersebut dan secara dramatis dapat menambah uang yang akan didapat si pria buta. Reeves mengambil papan tersebut dan menuliskan beberapa kata tambahan menjadi "Saat ini musim semi dan... Saya Buta".

Tambahan kata-kata tersebut dibuat sehingga sebagai pembaca kita melihat perbandingan antara pria buta dengan orang normal yang dapat melihat apapun di hari musim semi yang cerah. Berdasarkan cerita tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk memersuasi orang lain kita dapat memberikan komparasi.

Ini mahal...dibandingkan dengan apa?

Saya tinggi...dibandingkan dengan apa?

Apakah tempat ini bagus untuk dikunjungi...dibandingkan dengan apa?

dsb

Kesimpulan:

Hal yang terpenting dalam teknik berjualan dan persuasi adalah bukanlah benefit yang diberikan namun dibandingkan dengan apa. Hal tersebut dilakukan dengan memperjelas poin yang kita maksud dengan memberikan komparasi ke hal lain yang seimbang.

6. The Blemish Frame

Dalam berjualan, terkadang sesuatu yang kita berikan tidak sempurna. Mungkin ada sedikit cacat dari apa yang kita tawarkan. Pertanyaan nya apakah kita ungkapkan cacat tersebut dalam penawaran kita?

Terdapat sebuah studi dari Stanford University. Terdapat orang-orang yang berada di depan komputer dan diminta untuk memilih apakah mereka ingin membeli Sepatu Hiking. Terdapat dua grup

Grup pertama melihat sepatu hiking dan informasi yang diberikan semuanya adalah positif, seperti:

  • Garansi 5 tahun

  • Tahan air

  • Didukung oleh majalah terkemuka

  • dsb

Grup kedua melihat sepatu hiking yang sama dengan informasi positif yang sama. Namun di akhir, diberikan informasi tambahan "Sayangnya, sepatu ini hanya terdiri dari dua warna". Mereka menampilkan sedikit kecacatan dari sepatu hiking tersebut.

Hasil dari studi tersebut, grup kedua memiliki tingkat lebih tinggi dalam keinginan untuk membeli.

Kesimpulan dari studi tersebut adalah

  • Sepatu hiking yang memiliki semua informasi positif, tidak ada sesuatu yang dapat dikomparasi

  • Sebaliknya, sepatu hiking yang memiliki cacat kecil memberikan sedikit pemicu yang penting yaitu perbandingan

Catatan dari Pink mengenai teknik ini adalah Blemish Frame tidak dapat digunakan dalam semua kondisi. Cacat yang ditampilkan harus cacat yang kecil. Pink juga menegaskan bahwa urutan dari memberikan informasi sangat penting. Urutan informasi harus dimulai dari informasi-informasi yang positif dan baru diakhiri oleh informasi cacat kecil.

Kesimpulan:

Dalam berjualan dan persuasi, apa yang kita tawarkan mungkin tidak sempurna. Saat kita memiliki informasi positif dan informasi negatif yang kecil (cacat), kita dapat mengungkapkan informasi negatif tersebut karena informasi tersebut seolah-olah memberikan warna terang bagi informasi-informasi positif yang ada. Kejadian tersebut sama dengan memberikan perbandingan terhadap apa yang kita tawarkan.

7. The Potential Frame

Pembeli biasanya cenderung menilai suatu potensi berlebih dari yang seharusnya. Penggunaan potensi akan sangat berguna, contohnya saat wawancara pekerjaan. Dalam banyak kejadian, saat kita sebagai kandidat yang diwawancara, kita berusaha untuk memersuasi pewawancara agar memilih kita. Biasanya kita menghabiskan waktu wawancara tentang pencapaian apa yang telah kita lakukan. Hal tersebut penting. Namun yang tidak kalah penting adalah berbicara mengenai potensi yang dapat kita berikan. Apa potensi yang bisa kita berikan sebagai kandidat terhadap pekerjaan yang sedang dilamar tersebut jika kita terpilih?

Alasan mengapa pembicaraan mengenai potensi penting karena potensi membentuk ketidakpastian. Saat kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kita akan memulai untuk mengisinya sesuai dengan apa yang menjadi pemahaman atau keinginan kita. Umumnya orang akan mengisinya dan mengambil keputusan berdasarkan sesuatu yang bersifat positif. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan unsur potensi, maka saat itu kita menciptakan ketidakpastian. Umumnya orang akan mengisi ketidakpastian tersebut dengan sesuatu yang positif

Kesimpulan:

Potensi menciptakan ketidakpastian. Orang-orang umumya mengisi ketidakpastian tersebut dengan sesuatu yang positif

8. The Sunk Cost Frame

Untuk memahami Sunk Cost Frame, Pink menjelaskan melalui ilustrasi berikut:

Anda membeli 2 tiket konser seharga Rp 75.000 per tiket. Total yang dibayar adalah Rp 150.000. Saat hari konser datang, hari sangat dingin dan hujan. Lokasi konser tersebut sangat jauh. Anda saat itu sangat lelah karena pekerjaan. Selain itu Anda merasa terserang flu. Haruskah Anda datang ke konser?

Banyak dari orang mungkin beranggapan, tentu saja harus datang ke konser karena sudah menghabiskan tiket total Rp 150.000. Itu adalah konsep Sunk Cost Fallacy (biaya yang hangus). Jika Anda pergi atau tidak pergi, Anda tetap telah membayar Rp 150.000 untuk tiket tersebut. Langkah terbaik yang harus dipikirkan adalah membuat keputusan mengenai apa yang terbaik yang seharusnya Anda lakukan selanjutnya? Anda dapat membuat Pro dan Kontra dari opsi yang ada. Melihat dari kondisi, keputusan terbaik yang Anda harus lakukan adalah dengan tidak datang ke konser karena Anda sedang lelah, lokasi yang jauh, dan Anda sedang terserang flu. Apapun keputusan Anda, Anda telah mengeluarkan Rp 150.000 tersebut.

Kesimpulan:

Orang-orang cenderung menilai terlalu tinggi biaya yang sudah hangus. Jangan lakukan itu karena biaya tersebut sudah hangus. Apa yang harus dilakukan adalah melihat secara prospektif (melihat ke depan) bukan restropektif (melihat ke belakang).

9. The Anchoring Frame

Pink menjelaskan konsep ini berdasarkan sebuah eksperimen. Eksperimen tersebut melibatkan sebuah Roda Keberuntungan (wheel of fortune). Roda keberuntungan tersebut telah diakali sebelumnya. Saat diputar, roda tersebut menunjukan ke angka 10 untuk peserta grup eksperimen yang pertama. Dan angka 65 ke peserta grup eksperimen yang kedua.

Setelah memutar roda tersebut, peserta ditanya sebuah pertanyaan "berapa negara Afrika yang tergabung di United Nations"?

Grup eksperimen pertama (angka 10), rata-rata hasil menjawab 25 negara

Grup eksperimen  kedua (angka 65),  rata-rata hasil menjawab 45 negara

jawaban yang benar adalah 53

Studi tersebut menunjukan bahwa ada bias di pikiran manusia. Apapun yang kita dengar pertama kali dapat membentuk pandangan terhadap pola pikir kita dari yang seharusnya. Menurut Pink, kita tidak bisa mengatur Anchor dari hal yang tidak jelas agar teknik ini berhasil, harus dari sesuatu yang nyata seperti fakta, nilai-nilai, dsb. Kemampuan kita untuk mengatur tawaran pertama sering menjadi acuan (anchor) awal serperti saat bernegosiasi atau mengatur topik pembicaraan.

Kesimpulan:

Acuan (Anchoring) adalah hal pertama yang orang-orang dengar tertanam dipikiran mereka dan memiliki dampak yang tidak proporsional pada bagaimana mereka berpikir dan apa yang mereka percaya.

Kesimpulan

Pink berharap, ke-9 Persuasive Framing ini dapat menjadi panduan yang kita gunakan pada situasi dimana kita membutuhkan kemampuan persuasi. Pink mengibaratkan ke-9 Persuasive Framing ini sebagai alat yang dapat kita gunakan baik satu atau beberapa di saat kita membutuhkan. Penggunaan ke-9 Persuasive Framing ini pun akan efektif jika digunakan pada waktu dan kondisi yang sesuai. Semakin kita mencoba dan memraktekan nya dalam kehidupan nyata, maka harapan nya akan semakin ahli dalam menggunakan Persuasive Framing

Semoga tulisan ini dapat memberikan wawasan bagi para pembaca, terutama Anda yang secara keseharian membutuhkan teknik memersuasi orang lain. Saya yakin, teknik persuasi akan sangat berguna bagi banyak profesi atau kalangan seperti Sales, Leader, HR Departemen, Anda dengan rekan kerja, hingga orang tua dengan anak.

Bagaimana pendapat Anda mengenai teknik persuasi ini? Atau apakah Anda memiliki referensi lain dalam memersuasi? Mari berbagi di kolom komentar.

Yodhi

I'm a passionate individual driven by growth and motivation, dedicated to transforming my thoughts and ideas into engaging narratives on my blog. As an avid gym-goer and fitness enthusiast, I believe in the power of a healthy body for a healthy mind. My keen interest in business and self-development fuels my reading choices, constantly expanding my horizons. Above all, I am deeply committed to enhancing financial literacy, empowering others to achieve financial freedom and success.

https://www.yodhi.me
Previous
Previous

Perbedaan Sales Coaching, Mentoring dan Training

Next
Next

iSCAN, Model untuk Melakukan Sales Coaching