Yodhi's Personal Website

View Original

Yodhi, Kamu Harus Menikah sebelum Umur 30, Maksimal umur 31 lah (part-3)

Yodhi, kamu harus menikah sebelum umur 30. Maksimal umur 31 lah.

Aku agak kaget dan akhirnya bertanya, kenapa emang?

Yaa pokoknya kamu harus menikah sekitaran umur segitu. Karena saya lihat ada bahaya jika lebih dari umur 30, maksimal sekitar 31 lahh.


Itulah yang dikatakan salah satu peramal yang cukup terpandang kepadaku saat itu di tahun 2016 silam.

Baca Part - 1 di sini tentang bagaimana aku bertemu si peramal

Baca Part -2 di sini tentang pelajaran pertama dari kisah ini

Pada tulisan ini, aku ingin melanjutkan pelajaran yang aku dapat beserta kisah yang aku alami, berikut nomor 2 dan 3.


2. Loneliness Unsupported Feeling

Teman-teman pembaca mungkin familiar dengan istilah 5 Love Languages. Teori 5 Love Languages berkata bahwa setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda dalam memberi dan memberikan kasih sayang. Terdapat 5 Love Languages, yaitu

Act of Service, Receiving Gifts, Quality Time, Words of Affirmation, dan Physical Touch.

Berdasarkan teori tersebut, ternyata aku tinggi (bahkan sangat tinggi) di aspek Words of Affirmation. Aku sadar, aku sangat senang di afirmasi terhadap setiap usaha dan hal yang sudah aku lakukan baik untuk orang lain ataupun untuk pasangan. Bahkan sesederhana kalimat "kamu hebat banget" "terima kasih ya" "kamu baik banget" "kamu luar biasa deh" dari pasangan sudah membuat aku, wew... terbang melayang... haha. Atau kalimat-kalimat suportif seperti "ayok kamu pasti bisa" "terima kasih yaa sudah berusaha" bisa membuat aku feel energised dan langsung bersemangat kembali.

Aku menyadari bahwa ternyata ada hubungan antara tingginya aspek words of affirmation dengan bagaimana aku butuh support sytem dalam menjalani tantangan hidup. Sebagai orang yang tinggi di aspek words of affirmation, aku berharap mendapatkan itu dari pasangan. But in reality, I rarely get that affirmation or supportive feeling that I expect.

Aku sadar bahwa kebutuhan pasangan yang tepat adalah sebagai support system yang aku butuhkan. Namun, karena kekosongan hal tersebut, terkadang aku merasa feeling unsupported. Dalam beberapa kesempatan, aku merasa adanya yang tidak lengkap terhadap setiap usaha yang sudah aku lakukan walaupun usaha yang sudah aku lakukan telah sempurna atau memberikan hasil yang sangat bagus karena tidak adanya afirmasi yang aku harapkan. And, gradually occurs that loneliness kind of feeling

Di sini aku belajar bahwa pasangan yang aku pilih harus dapat memenuhi kebutuhan aku terhadap my affirmation and supportive feeling. Menjadi support system untuk membantuku menghadapi tantangan hidup yang mungkin akan semakin berat ke depan. Mungkin, dari kisah tersebut, si peramal ingin mengatakan bahwa

"Yodhi, kamu butuh partner in life karena kamu butuh support system yang dapat membantumu berenergi dan bersemangan menjalani tantangan-tantangan hidup yang akan terjadi"

3. Too much enjoying my Solitude

Sebagai seorang introvert, me time is the best time of the day. Aku bebas melakukan kegiatan yang aku suka, sendiri, sekaligus me-recharge my energy battery. Saat ini, aku senang masih dapat memiliki dan mengontrol waktu kesendirian yang aku butuhkan.

Di sisi lain, aku memiliki banyak ambisi hidup yang belum dan ingin ku capai. Saat ini, waktuku banyak habis dengan kegiatan keseharian seperti pekerjaan, hobi, olahraga, serta kegiatan lainnya. Bahkan aku dapat menjadi work freak sehingga mayoritas waktu hanya digunakan untuk bekerja. Aku senang masih dapat memiliki dan mengontrol waktu untuk menentukan kegiatan yang aku dapat lakukan demi mewujudkan ambisi serta keingintahuanku yang tinggi.

Aku memahami bahwa memiliki pasangan atau bahkan menikah adalah suatu tanggung jawab baru. Terlebih jika sudah menikah, maka sebagai pria,  sudah selayaknya bertanggung jawab lebih terhadap keluarga. Iniliah yang terkadang menjadi kekhawatiran karena menikah menuntut keseriusan salah satunya dari sisi waktu. Aku harus dapat membagi waktuku yang terbatas ini, untuk pasangan dan keluarga.

Aku pun berpikir, kalau saat ini waktuku saja sudah habis untuk kegiatan-kegiatan yang cukup padat, bagaimana nanti jika  sudah menikah? Apakah aku rela membagi waktuku saat ini? Apakah aku rela membuang dan menghentikan ambisi-ambisiku yang belum tercapai? Apakah aku sudah sanggup berkomitmen?

Aku yakin di antara kita pernah ada di posisi yang khawatir untuk berkomitmen karena saat kita sudah menikah, semua tidak akan sama seperti dulu. Banyak hal yang berubah dan kita harus dapat beradaptasi. Itulah yang saat ini terjadi. Banyak kekhawatiran yang muncul yang membuatku jujur sadar bahwa aku belum siap dari segala aspek, termasuk waktu. Aku masih senang dengan waktu kesendirian yang aku miliki. Aku masih memiliki ambisi yang ingin kukejar.

This is just a today's thought, not sure what will happen in the future, maybe... I might... Aku tetap membuka diri terhadap segala kemungkinan because tomorrow we will never know. Mungkin, dari kisah tersebut, si peramal ingin mengatakan bahwa

"Yodhi, jika kamu tidak segera menikah maka kamu akan berada diposisi di mana kamu akan jauh lebih senang sendiri daripada menjalin komitmen berpasangan dan tujuan kamu untuk ke sana akan semakin terhalang dengan pemikiran dan perjalanan hidupmu yang semakin kompleks"


Terkadang aku suka berkontemplasi kembali dengan bagaimana cara aku berpikir when I was in 20's and 30's. Di umur 20 an, idealisme ku berkata bahwa salah satu tujuan hidup adalah berpasangan dan berkeluarga. Bahkan sebagai seorang INFJ yang cukup kuat di sisi "Judging", i like to have everything well prepared. Di umur 20 an aku sudah berpikir, siapa pasangan aku, umur berapa aku akan menikah, umur berapa aku akan memiliki anak, berapa biaya yang dibutuhkan, ini dan itu. But, those questions gradually faded away when I reached 30's. Realita, tantangan dan kegiatan kehidupan membawaku ke idealisme yang lain yang semakin mengurungkan niatku to get married. Well, I will spill my thought regarding this in my future blog 🙂

Itulah 3 pelajaran yang aku dapat beserta kisah yang aku alami setelah hasil dari penerawangan si peramal. Mungkin semakin berjalan nya waktu, aku menemukan kisah-kisah baru (probably I will have 4 or 5 other lessons in the future...). Dari kisah yang terjadi, aku menjadi belajar banyak hal yang membuatku dapat menjadi manusia yang lebih baik. Aku belajar menjadi lebih memahami diri sendiri, menghargai apa yang dimiliki saat ini, dan mengapresiasi setiap pencapaian.

I realize that marriage is not a burden. It is a need. Somehow, I need to get married or having a partner. Aku tidak menutup kemungkinan untuk itu, dan terus membuka diri. But now, I try to pursue my goals and enjoy my present moment. And for love life, it is still a mystery. I don't know the God's plan. Let's see how's my journey will be.....

Dan buat kamu yang sedang membaca ini dan hingga saat ini belum menikah, dont worry. Marriage is not an ultimate goal in life. Belum menikah di umur yang bagi your social culture dianggap aneh, tidak membuatmu menjadi manusia yang tidak sukses atau berhasil. Jangan membuat social pressure about getting married as a judge about who you are. Every human walk in their own timeline. Kamu pun punya timeline sendiri. Banyak hal yang kamu bisa capai dan raih. Percayalah bahwa kamu adalah orang yang luar biasa dan ditakdirkan untuk menghadapi hal yang luar biasa serta menggapai hal yang luar biasa. Semangat untuk kamu :)